Reliabilitas dan Prosedur Pengukurannya
Reliabel berarti tetap atau tidak berubah.
Reliabel dapat juga diartikan andal
atau terpercaya. Reliabilitas merujuk
kepada sifat konsisten. Istilah reliabilitas pada tes hasil belajar menunjuk
kepada apakah suatu tes dapat mengukur
secara konsisten sesuatu yang akan diukur dari waktu ke waktu (Tuckman,
1975:254, Nurgiyantoro, 2016:186). Gronlund (1985:86) mengemukakan bahwa
reliabilitas mengandung pengertian konsistensi pengukuran, yaitu seberapa
konsisten skor tes atau hasil evaluasi dari suatu pengukuran ke pengukuran yang
lain (Nurgiyantoro, 2016:186).
Suatu tes dapat dikatakan reliabel apabila tes
itu diujicobakan lebih dari satu kali. Melakukan tes dengan subjek yang sama
dalam waktu yang berbeda dapat menunjukkan tingkat reliabilitas. Tingkat
reliabilitas itu dapat dikatakan tinggi apabila (a) tes dapat memberikan hasil
yang relatif tetap terhadap sesuatu yang diukur, (b) jawaban peserta didik
terhadap butir-butir tes relatif tetap, dan (c) hasil yang diperiksa oleh
siapapun akan menghasilkan skor yang kurang lebih sama (Nurgiyantoro,
2016:185—187).
Teknik Pengujian Reliabilitas Tes Hasil Belajar
Teknik pengujian reliabilitas tes hasil belajar
digunakan dalam dua bentuk tes, yaitu uraian dan objektif (Sudijono, 2015:207).
1. Teknik Pengujian Reliabilitas Tes Hasil Belajar Bentuk Uraian
Dalam menentukan apakah tes hasil belajar bentuk
uraian yang disusun oleh seorang staf pengajar telah memiliki reliabilitas yang
tinggi atau belum, pada umumnya menggunakan Rumus
Alpha atau Reliabilitas Alpha Cronbach (Nurgiyantoro, 2016:191—192;
Sudijono, 2015:207—209). Adapun Rumus
Alpha dituliskan sebagai berikut.
r11= (n/n-1)(1-(∑Si2 / St2 ))
r11= koefisien
reliabilitas tes
n= jumlah butir soal
1= bilangan konstan
∑Si2=
jumlah varian butir-butir
St2=
varian total (untuk seluruh butir tes)
Dalam pemberian interpretasi terhadap koefisien
reliabilitas tes (r11) pada umumnya menggunakan patokan sebagai
berikut.
a. Apabila r11 sama dengan atau lebih
besar daripada 0,70 berarti tes hasil belajar yang sedang diuji reliabilitasnya
dinyatakan telah tinggi
b. Apabila r11 lebih kecil daripada 0,70
berarti tes hasil belajar yang sedang diuji reliabilitasnya dinyatakan belum
tinggi
2. Teknik Pengujian Reliabilitas Tes Hasil Belajar Bentuk Objektif
Teknik pengukuran reliabilitas tes hasil belajar
bentuk objektif dapat dilakukan dengan tiga macam pendekatan, yaitu (a)
pendekatan single test-single trial,
(b) pendekatan test-retest, dan (c)
pendekatan alternate form (Sudijono,
2015:213—273; Sudjana, 2017:17—19).
Pengujian Reliabilitas Tes Hasil Belajar Bentuk
Objektif dengan Pendekatan Single
Test-Single Trial yaitu pengukuran terhadap satu kelompok subjek, hanya
menggunakan satu jenis alat pengukur, dan hanya dilakukan satu kali saja.
Pengujian Reliabilitas Tes Hasil Belajar Bentuk Objektif dengan Pendekatan Test-Retest menggunakan satu seri tes, tetapi percobaannya dilakukan sebanyak dua kali. Apabila seorang staf pengajar ingin menguji reliabilitas tes dari tes hasil belajar yang disusunnya, maka pengujian reliabilitas tes itu dilakukan dengan memberi satu seri tes kepada sekelompok subjek dalam dua kesempatan yang berbeda. Tes yang diberikan harus dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang sama. Selanjutnya, setelah tes selesai skor-skor hasil pertama dikorelasikan dengan hasil tes kedua. Jika terdapat korelasi positif antara hasil tes pertama dan kedua, hasil tes itu dapat dikatakan sebagai tes hasil belajar yang reliabel. Korelasi positif yang dimaksud yaitu terdapat kestabilan pada hasil kedua tes.
Pengujian Reliabilitas Tes Hasil Belajar Bentuk
Objektif dengan Pendekatan Alternate Form
dilakukan dalam rangka mengetahui apakah tes hasil belajar telah memiliki
reliabilitas yang tinggi ataukah belum. Pendekatan ini memberikan dua buah tes
kepada sekelompok subjek tanpa adanya tenggang waktu. Kedua tes itu harus
sejenis, yaitu walaupun butir-butir itemnya tidak sama tetapi butir-butir item
itu mengukur hal yang sama. Kesamaan hal yang diukur itu dapat dilihat dari
segi isi, proses mental, kesukaran, ataupun jumlah item.
Usaha Penyusunan Tes yang Reliabel
Terdapat berbagai hal yang harus dilakukan agar
tes yang kita susun terpercaya, yaitu (1) Susun Butir Soal Secukupnya, (2)
Pilih Butir Soal yang Bertaraf Kesulitan Cukupan, (3) Pilih Butir Soal yang
Berdaya Beda Cukup, (4) Penjelas Redaksi Soal Tes, (5) Bersikap Objektif dalam
Menilai, (6) Kontrol Terhadap Kondisi Pelaksanaan Tes (Nurgiyantoro,
2016:203—205). Usaha-usaha penyusunan tes yang reliabel itu dijelaskan sebagai
berikut.
1. Susun Butir Soal Secukupnya
Jumlah butir tes yang relatif banyak akan lebih
baik daripada yang sedikit karena keadaan itu akan lebih mencerminkan
kompetensi dan keterampilan peserta didik. Jika jumlah butir soal hanya sedikit
dan kebetulan peserta didik tidak dapat mengerjakannya, hal itu tidak hanya
menggagalkan peserta didik, tetapi juga menggagalkan pembelajaran dan alat
pengukur tes itu sendiri. Hubungan antara jumlah butir soal dan reliabilitas
hasil pengukuran dimuat dalam tabel berikut.
2. Pilih Butir Soal yang Bertaraf Kesulitan Cukupan
Butir soal yang baik adalah butir yang tidak
terlalu sulit dan sebaiknya tidak terlalu mudah. Butir tes yang terlalu sulit
atau mudah tidak mencerminkan kompetensi yang diukur. Di samping itu juga butir
tes yang terlalu sulit atau mudah tidak dapat membedakan antara peserta didik
yang berprestasi dan yang tidak.
3. Pilih Butir Soal yang Berdaya Beda Cukup
Butir soal yang baik adalah butir soal yang mampu membedakan antara peserta didik yang berprestasi dan yang tidak. Hal itu terutama berlaku untuk penafsiran hasil ujian yang menggunakan pendekatan norma atau kelompok.
4. Penjelas Redaksi Soal Tes
Selain mempengaruhi validitas hasil pengukuran,
kejelasan unsur bahasa juga mempengaruhi reliabilitas. Bahasa yang digunakan
dalam tes harus jelas, mudah dipahami, tidak bersifat ambigu, dan
membingungkan. Kalimat yang tidak jelas akan menimbulkan kesalahpahaman. Oleh
karena itu, redaksi tes yang tidak jelas dan membingungkan harus direvisi.
5. Bersikap Objektif dalam Menilai
Sikap objektif dalam menilai pekerjaan peserta didik, khususnya untuk tes uraian, sangat diperlukan. Sikap objektif dalam penilaian akan meningkatkan konsistensi hasil pengukuran sebuah tes. Dalam tes objektif biasanya konsistensi dalam penyekoran lebih terjamin karena antara jawaban benar dan salah sudah pasti dan terlihat jelas. Namun tidak dengan tes uraian yang jawabannya bersifat subjektif. Dalam menilai tes uraian, hendaknya terlebih dahulu dibuat pedoman penilaian dengan membuat bobot tertentu. Selain itu, memeriksa lembar kerja peserta didik sebaiknya dilakukan dua kali agar dapat memberikan pertimbangan yang lebih tepat. Apabila diperlukan, nama-nama peserta didik ada baiknya ditutup dan tidak perlu diketahui ekerjaan siapa yang sedang diperiksa.
6. Kontrol Terhadap Kondisi Pelaksanaan Tes
Kontrol terhadap kondisi pelaksanaan tes harus
diusahakan sedemikian rupa sehingga kondisi luar yang dapat mempengaruhi hasil
tes peserta didik dapat dicegah. Kita perlu mengusahakan agar setiap peserta
didik bekerja sendiri, percaya kepada diri sendiri, dan tidak bekerja sama
dengan peserta didik lain. Kondisi pelaksanaan tes yang tidak terkontrol hanya
akan memberikan data hasil tes peserta didik yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Daftar Pustaka
Nurgiyantoro,
Burhan. 2016. Penilaian Pembelajaran
Bahasa Berbasisi Kompetensi: Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA.
Sudijono,
Anas. 2015. Pengantar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Sudjana, Nana. 2017. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Comments
Post a Comment