Perempuan dalam Sastra Populer Indonesia

     Sastra populer pernah menjadi salah satu konsumsi terbaik yang disajikan kepada masyarakat Indonesia. Tidak dapat dipungkiri, kehadirannya perlu dianggap dalam sejarah perkembangan sastra Indonesia. Dewojati (2010:1--3) mengatakan bahwa kehadiran Balai Pustaka pada tahun 1917 yang merupakan penerbitan milik pemerintah Belanda membuat suatu pandangan diskriminatif terhadap sastra populer sebagai 'sastra yang tidak diresmikan' atau 'sastra pinggiran'. Namun pada kenyataanya, sastra populer ini tetap berkembang bahkan terus meningkat sejak tahun 1960-an sampai 2000-an. Kenyataan ini dipertegas pula dengan adanya peran kaum perempuan sebagai kelompok yang ikut mengembangkan sastra populer di Indonesia. Beberapa hal yang diperankan oleh kaum perempuan dalam perkembangan sastra populer di antaranya peran perempuan sebagai peminat baca, sebagai penulis, dan sebagai tema dalam tulisan sastra populer tersebut.

     Sebagai peminat dalam kegitan mambaca, perempuan menjadi faktor utama berkembangnya suatu bacaan. Thahar (2014:19) mengungkapkan bahwa pembaca jelas memerlukan bacaan yang baru, segar, unik, menarik, dan menyentuh rasa kemanusiawian. Selain itu, keseharian kaum perempuan yang lebih memiliki waktu luang akan membuat mereka mencari bahan bacaan yang pas. kebiasaan yang demikian membuat jenis bacaan sastra populer menjadi salah satu bacaan yang paling diminati karena keringanan bahasanya, sehingga sangat tepat untuk memenuhi kebutuhan hiburan mereka. 

     Dalam Redaksi (2004) yang dikutip oleh Dewojati (2010:11--13) menyatakan bahwa pada tahun 2000-an nama Icha Rahmanti, penulis novel pop "Cintapuccino" membuat sebuah 'ledakan fiksi remaja' yang sangat fenomenal. Hal itu meningkatkan jumlah penulis fiksi dengan aliran yang sama. Hingga saat itu tercatat dalam toko buku Gramedia Grup ada lebih dari 150 orang dan 99 persen adalah perempuan. Muncul pula beberapa penulis remaja berbakat seperti Dyan Nuranindya, Gisantia Bertari, Maria Ardelia, Sasya Fitrina, dan Fatina Dianissa. Dengan lahirnya para penulis remaja perempuan tersebut sastra populer pun menjadi semakin berkembang dan diminati oleh masyarakat Indonesia. 

     Dalam penulisan sastra populer memang lebih sering mengangkat kisah-kisah perempuan muda. Berbagai macam kegiatan yang dilakukan oleh para perempuan sehari-hari membuat sastra populer kebanyakan mengangkat kisahnya. Beberapa kejadian yang terkesan 'pasti' pernah atau akan dirasakan oleh setiap perempuan menambah cita rasa dalam sastra populer. Belum lagi kepekaan batin yang dimiliki oleh setiap perempuan yang membuat mereka dapat saling mengerti tentang apa yang dirasakan oleh perempuan lain. Perasaan inilah yang menjadi bumbu penyedap dalam penulisan sebuah sastra populer. Penggunaan tema mengenai perempuan dapat menjadi salah satu alasan mengapa sastra populer dapat diminati oleh masyarakat Indonesia khususnya kaum perempuan itu sendiri. 

     Telah disinggung beberapa kali bahwa perempuan merupakan salah satu penegak berdirinya sastra populer di Indonesia. Berbagai peran telah dimainkan oleh kaum perempuan sehingga menjadi sebuah fenomena budaya yang menarik. Selain kesempatan yang diberikan bagi penulis-penulis perempuan remaja, hadirnya sastra populer ini pun memberikan semangat membaca baru. Semangat ini diberikan untuk setiap lapisan masyarakat, terutama perempuan yang memerlukan pengisi waktu luang. Bagaimanapun, seperti yang dikatakan oleh Dewojati (2010) ". . . budaya sebuah bangsa tercermin dalam isi dan produk sastranya."

Popular posts from this blog

Analisis Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Cerpen "Rumah yang Terang" Karya Ahmad Tohari

Unsur Pembangun Cerpen

Pengertian, Tujuan, dan Struktur Berbagai Teks untuk SMP