Analisis Naskah Melayu Kuno Berjudul "Sopan Santun" Menggunakan Teori Sosiologi Sastra
Sastra adalah gudang adat-istiadat. Sastra dapat dikatakan sebagai cermin masyarakat atau diasumsikan sebagai salinan kehidupan. Karya sastra sebagai fakta sosial menggambarkan keadaan yang ada di tengah masyarakat. Melalui berbagai perspektif, karya sastra memiliki isi yang kompleks. Karya sastra dapat dipahami dan dinilai dengan mempertimbangkan segi kemasyarakatan. Segi kemasyarakatan tersebut dapat berupa masalah yang terdapat di dalam manusia dan masyarakat. Hal itu terjadi akibat adanya hubungan antara sastrawan, sastra, dan masyarakat.
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara beraneka budaya.
Salah satu budaya Indonesia adalah sastra. Indonesia memiliki begitu banyak
naskah-naskah kuno yang berisikan nilai-nilai kehidupan juga nilai-nilai
sastra. Analisis naskah berjudul "Sopan Santun" menggunakan teori sosiologi sastra ini
ditulis dalam rangka mengapresiasi karya sastra berupa naskah kuno.
Karya sastra dipengaruhi oleh lingkungan
masyarakat dan bisa juga memengaruhi masyarakat. Terdapat hubungan yang erat
antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Karya sastra lahir dari seorang
penulis yang berasal dari suatu kelompok masyarakat. Sehingga isi karya sastra
menjadi bersifat objektif kolektif. Hal ini menjadi dasar analisis yang
dilakukan pada naskah berjudul ‘Sopan
Santun’.
Identitas Naskah
Judul Naskah
Sopan Santun
Ukuran Naskah
21,5 cm × 14,2 cm
Jumlah Halaman
4 Halaman
Warna Tinta
Hitam
Kondisi Naskah
Tulisan dapat dibaca dengan jelas
Penyimpanan Naskah
Perpustakaan Yayasan Masjid Agung, Palembang
Terjemahan Naskah
Sopan Santun
Ada seorang orang tua yang mempunyai sebuah
rumah besar. Rumah itu banyak kamar dan tiap-tiap kamar itu mempunyai perabotan
yang cukup ada kursi dan meja ada pula tempat tidur dan lemari pakaian di dalam
tiap-tiap kamar itu. Jadi tiap-tiap bilik itu boleh dihuni oleh seorang bujang
atau dua orang suami istri. Orang yang punya rumah itu hendak menjadikan rumah
itu pensiun. Di sana dapat orang menumpang dan makan sekali. Tetapi orang tua
itu dengan istrinya yang tuli tua pula itu tidak dapat mengurus pensiun. Oleh
sebab itu dimasukkannya iklan ke dalam surat kabar hari ini. Bunyi iklan itu
adalah sebagai di bawah ini:
Dicari seorang pemuda untuk mengurus sebuah
pensiun. Yang hendak melamar harus datang sendiri kerumah nomor 3 jalan ini.
Ketika orang tua itu memperhatikan akan sikap
dari tiap-tiap pelamar itu dengan
seksama. Di antara pelamar-pelamar itu ada dua orang yang dicatat namanya,
karena dua orang itulah yang rasanya berkenan di hatinya. Kemudian kedua pemuda
itu dipanggil datang oleh orang tua yang akan membuka pensiun itu. Nama pemuda
pemuda itu ialah Kamal dan Sain. Setelah kedua pemuda itu datang ia disuruh
duduk di beranda muka oleh orang tua itu. Nanti sebentar lagi saya panggil,
nama tuan-tuan berikut. Masuklah ke dalam kamar saya apabila saya panggil.
Sesudah itu orang tua itu pergi ke belakang dan kedua pemuda tadi duduk
bercakap-cakap di beranda muka di teras itu. Dalam percakapan itu mereka dapat
mengetahui sekolah-sekolah yang ditempuhnya masing masing. Kamal telah
menamatkan sekolah menengah atas, tetapi Sain hanya keluaran sekolah menengah
pertama 2 tahun yang lampau. Kamal baru saja lulus dalam ujian penghabisan SMA dengan
angka yang bagus, karena orang tuanya tak mampu, tak dapat Kamal bersekolah
tinggi, oleh sebab itu ia hendak bekerja saja mencari nafkah.
Kedua pemuda itu dipanggilkan berganti-ganti
oleh orang tua itu ke dalam kamarnya, sudah itu dekatkanlah bahwa pemuda
Sainlah yang diterimanya untuk menjadi pengurus peniunannya. Hal ini tidak adil
terus oleh pemuda Kamal. Oleh sebab itu baru taulah ia kepada orang tua itu.
Apa sebab tuan terima orang yang rendah ijazahnya daripada saya? Saya tidak
mengutamakan ijazah jawab yang mempunyai pensiunan itu. Dalam perhubungan
antarmanusialah sopan santun yang dipentingkan. Sukalah bapak menerangkan
kepada saya bagaimana benar sopan santun pemuda Sain itu? Baiklah kata orang
tua itu. Lalu diterangkannyalah sebagai berikut. Waktu pemuda Sain dipanggil
masuk kedalam kamarnya dihapuskannya kakinya lebih dahulu pada hapus kaki. Ia
belum mau duduk sebelum kupersilahkan duduk, ketika istriku masuk hendak turut
berbicara dia bangkit dari kursinya lalu memberi hormat. Ketika istriku hendak
mengambil kursi tidak dibiarkannya istriku mengambil kursi itu. Dia sendiri
yang meletakkan kursi untuk istriku. Setelah istriku duduk barulah ia duduk
kembali sekali pertanyaan dan pertanyaan istriku dijawabnya dengan tegas dan
tutur bahasa yang manis. Salahnya surat yang jatuh kelantai diterbangkan oleh
angin dipungutnya lalu diletakkan nya semula. Ketika ia meninggalkan hendak
pulang ia minta terimakasih atas ladenanku dan ladenan istriku kepadanya.
Semuanya itu bagiku lebih tangguh nilainya daripada ijazah. Itulah yang
dikatakan sopan santun.
Mendengar pendengaran orang tua itu pemuda Kamal
merasa malu. Ia belum pernah berbuat demikian. Sekarang barulah ia insaf bahwa
ijazah saja belum memberi jaminan untuk melamar suatu pekerjaan.
Teori Sosiologi Sastra
Sosiologi
sastra berasal dari kata sosiologi
dan sastra. Sosiologi berasal dari
kata sos (Yunani) yang berarti
bersama, bersatu, kawan, teman, dan logi
(logos) berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan,
mengajarkan, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Merujuk dari definisi tersebut, keduanya
memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat. Meskipun demikian,
hakikat sosiologi dan sastra sangat berbeda. Sosiologi
adalah ilmu objektf kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini,
bukan apa yang seharusnya terjadi. Sebaliknya karya sastra bersifat evaluatif,
subjektif, dan imajinatif.
Studi
sosiologi sastra sering didefinisikan sebagai pendekatan yang memahami dan
menilai karya sastra dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Karya sastra sendiri merupakan sebuah dokumen sosial. Hal
itu dikarenakan karya sastra memiliki unsur cerita atau isi yang berkaitan
dengan masalah sosial. Sosiologi sastra adalah
penelitian yang terfokus pada masalah manusia karena sastra sering
mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya,
berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi.
Dalam
paradigma studi sastra, sosiologi sastra dianggap sebagai sebuah pendekatan
yang berkembang dari pendekatan mimetik. Karya sastra tidak dapat begitu saja
jatuh dari langit, pasti ada hubungan antara sastrawan, sastra dan masyarakat.
Wilayah
kajian sosiologi sastra meliputi isi karya sastra, tujuan, serta hal lain dalam
karya sastra yang berkaitan dengan masalah sosial. Kajian pada sosiologi sastra
tidak melihat karya sastra secara keseluruhan. Kajian sosiologi sastra hanya
tertarik kepada isi sastra, yaitu unsur-unsur yang berkaitan dengan
sosio-budaya yang terdapat dalam karya sastra.
Berdasarkan uraian
tersebut dapat dikatakan bahwa sosiologi sastra dapat meneliti melalui tiga
perspektif. Pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti
menganalisisnya sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya.
Kedua, persepektif biologis yaitu peneliti menganalisis dari sisi pengarang.
Perspektif ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarang dan latar kehidupan
sosial, budayanya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis
penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.
Sosiologi karya
sastra itu sendiri lebih memperoleh tempat dalam penelitian sastra karena
sumber-sumber yang dijadikan acuan mencari keterkaitan antara permasalahan
dalam karya sastra dengan permasalahan dengan masyarakat lebih mudah diperoleh.
Di samping itu, permasalahan yang diangkat dalam karya sastra biasanya masih
relevan dalam kehidupan masyarakat. Sastra dapat
dikatakan sebagai cermin masyarakat, atau diasumsikan sebagai salinan
kehidupan, tidak berarti struktur masyarakat seluruhnya dapat tergambar dalam
sastra. Yang didapat di dalamnya adalah gambaran masalah masyarakat secara umum
ditinjau dari sudut lingkungan tertentu yang terbatas dan berperan sebagai
mikrokosmos sosial. Seperti lingkungan bangsawan, penguasa, gelandangan, rakyat
jelata, dan sebagainya.
Hasil Analisis Naskah
Analisis naskah berjudul ‘Sopan Santu’
berdasarkan teori sosiologi sastra mengkaji isi naskah, tujuan naskah ditulis,
dan hal-hal di dalam naskah yang berkaitan dengan masalah sosial budaya.
Analisis ini juga menggunakan perspektif teks sastra, yaitu memandang naskah
sebagai refleksi kehidupan masyarakat.
Mangkaji Isi Naskah
Teks menggambarkan satu kejadian di mana
sepasang suami istri yang sudah tua bersama dua orang pemuda sebagai pelamar
pekerjaan di rumah mereka. Pengarang menjelaskan perbedaan pendidikan yang
dimiliki oleh kedua pemuda tersebut. Pemuda satu memiliki tingkat pendidikan
yang lebih tinggi daripada pemuda yang lain.
Kedua pemuda tersebut dipanggil satu per satu
oleh orang tua ke dalam kamar. Setelah keduanya diajak berbincang-bincang,
orang tua memilih pemuda dengan pendidikan yang rendah itu untuk diterima
bekerja. Hal tersebut tentu menjadi suatu pertanyaan bagi pemuda yang tinggi
pendidikannya. Setelah dijelaskan oleh orang tua itu barulah pemuda-pemuda
tersebut mengerti alasan mengapa orang tua memilih demikian. Orang tua tidak
memandang pendidikan tinggi sebagai suatu syarat penerimaan, tetapi yang
dinilai oleh mereka yaitu sopan santun kedua pemuda. Pemuda yang berendidikan
tinggi itu kurang bersopansantun kepada mereka, sedangkan pemuda yang rendah
pendidikan memiliki sopan santun yang tinggi. Begitulah cara orang tua memilih
pekerja.
Tujuan Naskah Ditulis
Naskah berjudul ‘Sopan Santun’ diberisi nilai-nilai
kehidupan dengan mengangkat moral sebagai suatu hal yang penting. Karya sastra
sebagai fakta sosial menggambarkan keadaan yang ada di tengah masyarakat.
Sastra adalah gudang adat-istiadat. Teks membawa pembaca pada situasi di dalam
masyarakat yang beragam, seperti soal lapangan pekerjaan, pendidikan, dan moral
anak bangsa.
Hal-Hal di Dalam Naskah yang Berkaitan dengan Masalah Sosial Budaya
Paragraf pertama dan kedua merefleksikan keadaan
sosial menyangkut lapangan pekerjaan. Di negeri yang terus-menerus berkembang
terdapat banyak sekali lapangan pekerjaan, baik pekerjaan yang kecil maupun
pekerjaan yang besar. Hal ini ditunjukan oleh sikap orang tua yang membutuhkan
pekerja dan beberapa pemuda yang membutuhkan pekerjaan.
Paragraf ketiga merefleksikan keadaan sosial
menyangkut ekonomi dan pendidikan. Dua orang pemuda yang dipilih untuk kemudian
diseleksi merupakan dua orang pemuda yang sama-sama memiliki keadaan ekonomi
yang sulit, tetapi memiliki tingkat pendidikan yang berbeda. Perbedaan pendidikan
tersebut memberikan nilai berbeda pada kedua pemuda.
“Kamal telah menamatkan sekolah menengah atas, tetapi Sain hanya
keluaran sekolah menengah pertama 2 tahun yang lampau. Kamal baru saja lulus
dalam ujian penghabisan SMA dengan angka yang bagus, karena orang tuanya tak
mampu, tak dapat Kamal bersekolah tinggi, oleh sebab itu ia hendak bekerja saja
mencari nafkah.”
Pada kenyataannya, memang sering dijumpai
pemuda-pemuda berpendidikan rendah. Masalah sosial ini dapat terjadi baik
dengan alasan ekonomi maupun prinsip hidup.
Paragraf keempat dan kelima merupakan refleksi
keadaan sosial menyangkut pendidikan dan moral. Sebagian masyarakat menganggap
bahwa pendidikan merupakan hal yang lebih penting, sedangkan sebagian lainnya
menganggap bahwa moral yang paling penting.
“Hal ini tidak adil terus oleh pemuda Kamal. Oleh sebab itu baru taulah
ia kepada orang tua itu. Apa sebab tuan terima orang yang rendah ijazahnya
daripada saya?”
Tokoh Kamal menganggap bahwa ijazah adalah yang
paling penting dalam mencari pekerjaan.
“Saya tidak mengutamakan ijazah jawab yang mempunyai pensiunan itu.
Dalam perhubungan antarmanusialah sopan santun yang dipentingkan.”
“Semuanya itu bagiku lebih tangguh nilainya daripada ijazah. Itulah yang
dikatakan sopan santun.”
Tokoh orang tua menganggap bahwa ijazah bukanlah
hal terpenting dalam menerima pekerja, namun moral yang dimiliki pekerjalah
yang paling penting.
Keadaan ini cukup menggambarkan masyarakat
sebagai pemilik prinsip atas dirinya sendiri. Baik pendidikan maupun moral
sebagai hal terpenting, manusialah yang membuat penilaian atas hal tersebut.
Kesimpulan
Studi
sosiologi sastra sering didefinisikan sebagai pendekatan yang memahami dan
menilai karya sastra dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Karya sastra sendiri merupakan sebuah dokumen sosial. Hal
itu dikarenakan karya sastra memiliki unsur cerita atau isi yang berkaitan
dengan masalah sosial.
Wilayah
kajian sosiologi sastra meliputi isi karya sastra, tujuan, serta hal lain dalam
karya sastra yang berkaitan dengan masalah sosial. Sosiologi sastra dapat meneliti melalui tiga perspektif. Pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti
menganalisisnya sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya.
Kedua, persepektif biologis yaitu peneliti menganalisis dari sisi pengarang.
Perspektif ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarang dan latar kehidupan
sosial, budayanya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis
penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.
Analisis naskah berjudul ‘Sopan Santu’
berdasarkan teori sosiologi sastra mengkaji isi naskah, tujuan naskah ditulis,
dan hal-hal di dalam naskah yang berkaitan dengan masalah sosial budaya. Naskah
tersebut diberisi nilai-nilai kehidupan dengan mengangkat moral sebagai suatu
hal yang penting. Teks membawa pembaca pada situasi di dalam masyarakat yang
beragam, seperti soal lapangan pekerjaan, pendidikan, dan moral anak bangsa.
Daftar Pustaka
Ananta,
Yoga. 2015. Sosiologi Sastra. http://www.rumpunsastra.com/2015/06/novel.html?m=1
(daring). Diakses pada November 2017.
Azis,
Siti Aida. 2009. Sosiologi Sastra Sebagai Pendekatan Menganalisis Karya
Sastra. http://kajiansastra.blogspot.co.id/2009/04/sosiologi-sastra-sebagai-pendekatan.html?m=1
(daring). Diakses pada November 2017.
Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Damono, Sapardi Djoko. 2014. Bilang Begini Maksudnya Begitu. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Dewojati, Cahyaningrum. 2010. Wacana Hedonisme dalam Sastra Populer
Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Emzir dan Saifur Rohman. 2015. Teori dan Pengajaran Sastra. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Faruk. 2010. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik sampai Post-Modernisme.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pradopo, R. D. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern.
Yogyakarta: Gama Media.
Ratna, N. K. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Susanto, Hadi. 2016. Sosiologi Sastra. http://www.google.co.id/amp/s/bagawanabiyasa.wordpress.com/2016/09/19/sosiologi-sastra/amp/ (daring). Diakses pada
November 2017.
Comments
Post a Comment